Minggu, 08 Mei 2011

Lima Nasehat Rasulullah

Saudaraku, Rasulullah saw adalah manusia paling mulia. Tak ada sedikit pun cacat dalam pribadinya. Dia sempurna sebagai manusia. Allah saw telah menjadikannya demikian semenjak dia kanak-kanak sehingga dewasa, dan tentu saja, semua semakin mempesona saat beliau diangkat menjadi utusan-Nya. Sehingga Allah mentahbisnya menjadi teladan semesta.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21)
Salah satu di antara keisitimewaan beliau di hati umatnya adalah beliau senantiasa memperhatikan mereka pribadi-pribadi. Beliau sangat tahu kelebihan dan kekurangan tiap-tiap sahabatnya, pribadi per-pribadi, individu per individu. Tak jarang beliau mendoakan mereka dengan doa yang khusus, atau memberi nasehat dengan nasehat yang khusus. Sehingga orang-orang yang mendapat doa atau nasehat itu, merasa dihargai, merasa menjadi orang yang memiliki tempat tertentu di hati Rasulullah.
Abu Bakar beliau doakan menjadi kekasihnya di dunia dan di surga. Umar beliau doakan menjadi pembela dan penguat Islam. Ibnu Abbas beliau doakan menjadi penafsir al-Quran yang paling termasyhur. Ali beliau doakan menjadi pemimpin para pemuda di surga. Saad bin Abi Waqash beliau doakan menjadi orang yang mustajab doa. Anas bin Malik beliau doakan menjadi sahabat yang paling banyak anak dan paling panjang umurnya. Dan masih banyak lagi doa serta nasehat lain yang beliau sampaikan kepada para sahabatnya secara pribadi. Itulah beliau, pribadi paling mulia dan paling dekat dengan siapa saja.
Saudaraku, mari kita dengarkan salah satu nasihat beliau kepada Abu Hurairah. Hadits ini diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi.
Pada suatu hari, Rasulullah menawarkan kebaikan kepada sahabat-sahabatnya. Ah, sungguh mulia engkau wahai Rasulullah, bahkan untuk urusan kebaikan pun engkau tak memaksakannya. Bahkan untuk urusan yang akan menyelamatkan umatmu pun engkau tak pernah menyatakannya dengan amarah. Engkau ungkapkan tawaran itu dengan cinta, dengan sepenuh perhatian.
“Siapakah di antara kalian yang sanggup untuk mengambil kalimat-kalimat berikut ini, lalu mengamalkannya dengan sepenuh hati? Atau mengajarkannya kepada yang lain dengan sepenuh hati?”
Abu Hurairah mengangkat tangannya. Inilah dia, sang murid sejati. Pengiring Rasulullah ke mana saja beliau pergi untuk menyerap ilmu dari beliau, untuk meneladani beliau sepenuhnya. Inilah dia pengumpul hadits terbanyak dalam sejarah.
“Aku ya Rasulullah..!” ujarnya.
“Lalu beliau memegang tanganku, “ Abu Hurairah berkisah. “Kemudian beliau tanamkan kepada hatiku ungkapan cintanya itu”
“Peganglah olehmu kuat-kuat lima nasehatku ini…!!” ucap beliau sambil memegang erat tangan Abu Hurairah.
Duh, betapa iri kami kepadamu ya Abu Hurairah. Tanganmu dipegang oleh manusia paling mulia. Matanya menatap matamu. Telingamu disentuh langsung oleh suaranya penuh kelembutan. Dan cintanya mengalir melalui hangat tangan kalian berdua yang saling menggenggam erat. Indahnya cintamu ya Rasulullah. Kapan kami bisa mengecapnya secara langsung? Bahkan saat kau tak hadir di sisi kami, cintamu begitu kuat terasa. Melalui hadits yang disampaikan guru-guru kami. Melalui kerendahan hati para pengikut sejatimu. Betapa rindu kami padamu ya Rasul.
“Sekali lagi, peganglah olehmu kuat-kuat lima nasehatku ini”, kata Rasulullah
Saudaraku, itulah salah satu bukti cinta Rasulullah kepada Abu Hurairah dan kepada kita semua. Beliau ajarkan kepada kita cara menjadi, manusia paling taat, manusia paling kaya, mukmin paling benar, muslim sejati serta cara agar hati tetap hidup.
1. Jauhilah urusan-urusan yang haram, niscaya engkau akan menjadi orang paling taat.
Itulah ketaatan sejati. Di saat kita mampu menjauhi yang haram, segala hal yang Allah benci. Sebab melaksanakan perintah saja tidak cukup. Banyak orang mampu melaksanakan banyak perintah: shalat, shaum, zakat, ibadah haji dan lain-lain. Tetapi ketika yang haram tidak dijauhi, malah masih sering diamalkan, maka kebaikan-kebaikan itu tak banyak berguna. Melaksanakan perintah shalat adalah kebaikan, tetapi ketika shalat itu tak mampu menjauhkan kita dari kemaksiatan, maka apa bedanya kita dengan orang yang tidak shalat. Allah berfirman,
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. (QS. Al-Ankabut: 45)
Melaksanakan perintah shaum adalah kebaikan, tetapi ketika shaum itu tidak mampu menjaga lisan kita dari berkata kotor, apa bedanya kita dengan orang yang tidak shaum? Ketika shaum itu berarti hanya menahan lapar dan dahaga saja, apa bedanya kita dengan orang kelaparan yang tidak punya apa-apa untuk dimakan?
2. Hendaklah kamu ridho dengan apa yang Allah beri untukmu, engkau pasti akan menjadi orang yang paling kaya.
Banyak orang ingin menjadi kaya, tapi tidak memahami apa itu kaya. Saudaraku, semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah, tak ada seorang pun yang benar-benar memiliki sesuatu. Semuanya hanya titipan, semuanya hanya milik Allah. Oleh karena itu, kekayaan sejati adalah ketika kita mampu dekat dengan DIA yang Maha Kaya Yang memiliki segala.
Jika seseorang mengaku dirinya kaya, ia akan mengumpulkan harta sebagai bukti pengakuannya. Dan ia akan merasa takut hartanya berkurang, sehingga dia tak hanya pelit kepada orang lain, kepada dirinya pun ia pelit. Orang seperti ini bukan orang kaya, mereka orang miskin, orang yang dikuasai harta.
Orang yang ridlo dengan apa yang Allah beri adalah orang kaya, sebab ia yakin segala kebutuhannya akan dipenuhi oleh Yang Maha Kaya. Ia tak butuh ap apa selain Allah.
3. Berbuatbaiklah kepada tetangga, engkau pasti menjadi mukmin sejati.
Mukmin artinya orang yang beriman. Apabila diibaratkan, keimanan itu ibarat pakaian. Ia tampil sebagaimana kita menampilkannya. Ia bisa dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan dsentuh oleh indera yang lainnya. Keimanan seseorang bisa dirasakan oleh orang-orang yang terdekat dengannya, oleh lingkungannya. Keimanan tampil apa adanya dalam ucapan dan perbuatan kita. Rasulullah saw bersabda,
“Tidak beriman seseorang sehingga ia mengatakan apa yang baik, atau (jika tidak bisa) ia diam. Tidak beriman seseorang sehingga ia memulyakan tetangganya. Dan tidak beriman seseorang sehingga ia memuliakan tamunya”. (HR. Bukhari Muslim)
Jika demikian, siapakah orang yang paling beriman? Orang yang paling beriman adalah orang yang paling terlihat buki keimanannya. Jika seseorang sudah dinilai oleh tetangganya sebagai seorang mukmin sejati, maka sudah barang tentu di dalam keluarganya ia adalah orang yang beriman.
4. Cintailah untuk manusia sesuatu yang kau cintai untuk dirimu sendiri, engkau pasti menjadi muslim sejati.
Muslim artinya orang yang menyelamatkan. Menjadi muslim artinya menjadi orang yang menyelamatkan orang lain dari kejahatan lisannya dan perbuatannya. Menjadi muslim adalah mencintai untuk orang lain sesuatu yang ia cintai untuk dirinya sendiri. Jika ia mengharapkan kesehatan untuk dirinya, maka harapkan pula kesehatan itu dirasakan orang lain. Jika ia mengharap mendapatkan kebaikan dari orang lain, maka harapkan pula kebaikan itu dirasakan oleh orang lain. Jika ia mengharapkan kebahagiaan, maka harapkanlah kebahagiaan itu dirasakan pula oleh orang lain. Maka, jadikanlah segala yang kita cintai untuk kita dapatkan, kita cintai pula untuk didapatkan oleh orang lain. Jadikanlah segala yang kita harapkan untuk kita miliki, kita harapkan pula untuk dimiliki oleh orang lain.
Inilah yang disebut itsar: mendahulukan dan mengutamakan orang lain. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh para sahabat Anshar, mereka mendahulukan saudara muhajirin mereka daripada diri mereka sendiri. Bacalah ayat ini,
“dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”. (QS. Al-Hasyr: 9)
5. Janganlah banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu akan mematikan hati.
Tertawa adalah gambaran kebahagiaan. Dalam kadarnya yang tepat, tertawa akan mendatangkan kesehatan. Tetapi dalam porsi yang terlalu banyak ia akan mendatangkan keburukan. Ia akan menyebabkan kepekaan hati berkurang. Hati telah Allah ciptakan dengan sifatnya yang sangat peka terhadap kondisi sosial sekelilingnya. Saat melihat orang lain bersedih, hati yang sehat akan peka terhadap kesedihan orang lain itu. Ia akan berupaya memberikan hiburan agar sedihnya hilang. Saat melihat orang lain terkena musibah dan menderita, hati yang sehat akan peka teradapnya. Ia akan mencoba untuk memberikan bantuan. Tapi, orang yang terlalu banyak tertawa kehilangan kepekaan hatinya. Karena tertawa telah membuat kepekaan itu berkurang. Membuatnya merasakan cinta berlebih kepada dunia yang serba indah. Tertawa membuat hatinya tumpul, sakit dan akhirnya mati.
Tentu, yang sebenarnya Rasulullah larang dalam hadits itu bukanlah tertawanya. Sebab tertawa adalah reaksi spontan terhadap sebuah peristiwa. Yang dilarang adalah memperbanyak sebab terjadinya tertawa. Waktu luang diisi dengan hiburan yang berlebihan sehingga lupa bahwa waktu terus mendekat kepada kematian. Memberikan porsi berlebih kepada sebab-sebab tertawa, itulah yang sebenarnya beliau larang. Terlalu banyak tertawa menyebabkan seluruh dunia terpusat kepada dirinya, ia lupa sekelilingnya, ia lupa bahwa hidup yang sementara itu akan segera berakhir, sedangkan masih banyak amal yang seharusnya dilakukan, masih banyak bekal yang seharusnya ia kumpulkan menuju kehidupan abadi.
Saudaraku, Rasulullah telah mewasiatkan kepada kita apa yang kita butuhkan untuk hidup selamat sampai ke tempat tujuan. Laksanakanlah wasiat itu sebaik-baiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar